Suatu hari, Umar dan Ayahnya bangun di waktu fajar. Mereka pergi memancing. Umar suka sekali menyaksikan matahari terbit ketika memancing bersama Ayahnya. Di pagi hari, langit tampak fantastis, dan sinar matahari mengisi hatinya dengan kegairahan yang sama setiap kali ia menyaksikannya …
Ketika Ayahnya mengganti umpan pada kail, Umar duduk di sisi perahu kecilnya, memandangi laut. Tiba-tiba, ia mendengar suara di belakangnya:
“Selamat pagi, teman kecil!” katanya dengan suara berbuih-buih.
“Hei, selamat pagi juga, ikan kecil,” kata Umar. “Tampaknya kamu juga bangun pagi, dan berenang. Aku selalu membayangkan, aku baru saja belajar berenang. Tapi, kalian, ikan, dapat berenang segera setelah lahir. Kok bisa?”
“Sebenarnya,” kata ikan, “kami, ikan, tidak perlu bergerak terlalu banyak agar bisa berenang; cukup hanya mengibaskan ekor kami dari sisi ke sisi. Kami hidup dengan nyaman di dalam air karena tulang belakang kami yang fleksibel dan beragam sistem di dalam tubuh kami.”
“Pasti kamu berenang dengan asyik di dalam air,” Umar menggoda.
“Betul sekali,” teman barunya setuju. “Tapi ingat, tubuh kami telah diciptakan secara khusus agar kami bisa melakukan itu. Coba pikirkan, menurutmu, lebih mudah berjalan di air atau di tanah kering? Kami, ikan, telah diciptakan dengan otot-otot dan tulang punggung istimewa agar mampu hidup dan berenang di dalam air. Tulang punggung kami menjaga kami tetap lurus dan juga menghubungkan sirip serta otot-otot kami. Kalau tidak begitu, tak mungkin bagi kami untuk tinggal di air. Kamu lihat, teman kecil, seperti makhluk hidup lainnya, Allah telah menciptakan kami, ikan, tanpa kesalahan sedikitpun. Ia juga telah memberikan kami kemungkinan ciri-ciri terbaik untuk lingkungan tempat kami tinggal.”
“Kamu tidak berhenti berenang ke kanan dan ke kiri. Kadang-kadang kamu berenang ke kedalaman air. Bagaimana kamu melakukannya?” tanya Umar.
“Berkat sistem tubuh yang diberikan Allah pada kami, para ikan, kami bisa melakukan itu,” balas temannya. “Seekor ikan memiliki kantung udara dalam tubuhnya. Dengan mengisi kantung-kantung ini dengan udara, kami dapat berenang ke kedalaman, atau mengarah lurus ke permukaan dengan mengosongkannya. Tentu saja, kami tidak akan pernah memiliki kemampuan sendiri untuk mengembangkan ciri-ciri ini, kecuali Allah menghendakinya.”
Ketika ayah Umar meneruskan pekerjaannya di buritan perahu, Umar melanjutkan percakapannya dengan sang ikan:
“Aku memikirkan tempat-tempat yang sangat ramai. Setiap orang harus bergerak ke kanan dan ke kiri pada waktu yang sama, dan dalam kegelapan, tak mungkin setiap orang bergerak tanpa membentur orang lain. Bagaimana kalian, ikan, mengatasi masalah tersebut?”
Ikan kecil itu mulai menjelaskan: “Untuk mencegah benturan dengan yang lain di sekelilingmu, kamu harus melihat apa yang ada di sana, sementara kami, ikan, tidak membutuhkan sistem penglihatan seperti itu. Kami memiliki organ penciuman sempurna yang disebut “garis lateral.” Kami dapat merasakan perubahan terkecil dalam tekanan yang mungkin terjadi atau riak di air, atau gangguan terkecil dalam arusnya, begitu hal itu terjadi karena sensor istimewa pada garis lateral kami. Dengan merasakan getaran-getaran, kami mengetahui kapan musuh atau halangan itu ada, tanpa benar-benar melihatnya dengan mata-mata kami. Detektor-detektor ini utamanya peka terhadap getaran-getaran berfrekuensi rendah di dekatnya. Misalnya, kami dapat merasakan langkah kaki di pantai, atau apapun yang dilemparkan ke dalam air seketika, dan bertindak sesuai dengan itu.”
Umar mengangguk penuh semangat. “Sekarang, aku paham. Aku bisa menyanyi atau menyalakan radio di atas air. Itu tidak membuatmu tidak nyaman. Namun, getaran paling lemah yang kubuat di atas air, misalnya jika aku menggetarkan dermaga, atau melempar batu di dalam air, kamu semua akan menghilang!”
Teman barunya melanjutkan. “Umar, sistem kami ini, yang disebut para ilmuwan sebagai garis lateral ikan, sesungguhnya merupakan struktur yang sangat rumit. Tidak mungkin sistem semacam itu berkembang karena kebetulan, atau tiba-tiba, atau selangkah demi selangkah sepanjang waktu. Semua unsur dalam sistem-sistem ini mestinya muncul pada waktu yang sama. Kalau tidak, sistem itu tidak akan bekerja.”
Umar memperhatikan ikan itu lebih teliti, mengamati bahwa ikan itu tidak punya kelopak mata. Dengan terkejut, ia bertanya:
“Kamu tidak punya kelopak mata. Bagaimana kamu melindungi matamu?”
“Kamu benar,” jawab temannya. “Kami, ikan, tidak punya kelopak mata seperti orang lain. Kami memandang dunia melalui selaput lembut yang menutupi mata kami. Kamu bisa membandingkan selaput ini dengan kacamata penyelam. Karena kami perlu melihat objek yang sangat dekat dengan kami, mata kami telah diciptakan untuk keperluan ini. Ketika kami perlu melihat ke kejauhan, seluruh sistem lensa bergerak ke belakang berkat mekanisme otot khusus di dalam mata. Bahkan mata kecil kami punya struktur yang rumit. Tidak diragukan lagi, inilah bukti-bukti keutamaan penciptaan Allah lainnya.”
Umar teringat dengan sebuah dokumenter TV yang disaksikannya sehari sebelumnya. Ia melihat kawanan ikan berbeda warna dan bentuk. Ia berpikir bahwa warna ikan yang cantik, dan ciri-ciri unik ikan-ikan tersebut merupakan bukti-bukti yang sangat baik mengenai keutamaan penciptaan Allah. Teman ikan kecilnya yang pandai melanjutkan keterangannya tentang dirinya sendiri.
“Tahukah kamu, teman kecil, kalau tubuh-tubuh sebagian besar ikan tertutup oleh kulit yang sangat kuat?”
Omar berpikir beberapa saat. “Ya, kamu punya kulit bersisik, sudah kulihat itu. Tapi kulit itu tidak terlihat tebal.”
“Kulit ini tersusun dari lapisan atas dan bawah,” ikan itu menjelaskan. “Di dalam lapisan kulit atas, terdapat kelenjar-kelenjar yang menghasilkan unsur yang disebut lendir. Lendir ini mengurangi gesekan ketika kami bergerak di dalam air. Lendir ini juga memungkinkan kami bergerak lebih cepat. Selain itu, kelicinannya membuat musuh sukar menangkap kami. Ciri-ciri lendir lainnya adalah kemampuannya melindungi kami dari penyakit.”
Umar setuju. “Ya, aku pernah mencoba memegang ikan dalam ember Ayah dengan tangan, namun mereka seketika meloloskan diri dari tanganku!”
Ikan tersenyum: “Keistimewaan kulit kami tidak berhenti sampai di sini. Di kulit atas kami, ada lapisan khusus terbuat dari keratin. Keratin adalah bahan yang keras, liat, terbuat dari sel-sel tua yang mati di lapisan bawah kulit yang tidak berhubungan lagi dengan sumber-sumber makanan dan oksigen.”
“Lapisan terbuat dari keratin ini mencegah air memasuki tubuh, dan bermanfaat untuk menyeimbangkan tekanan dalam dan luar. Jika lapisan ini tidak ada, air akan masuk ke dalam tubuh kami, keseimbangan tekanan akan hancur, dan kami akan segera mati.”
Umar lagi-lagi terkesan, “Betapa pentingnya keunikan ciri-ciri kulit yang dimiliki seekor ikan. Sesuatu yang tidak pernah terpikirkan!”
“Kamu benar,” ikan itu setuju. “Umar, seperti dapat kamu lihat, Allah-lah, Pencipta segala sesuatu, yang memberikan ikan semua keistimewaan mereka. Allah menyadari kebutuhan-kebutuhan semua makhluk hidup.”
Umar mendengar suara Ayahnya dari buritan perahu.
“Ayo Umar, waktunya pulang!”
Umar berhenti sejenak untuk mengucapkan selamat berpisah pada teman kecilnya.
“Terima kasih atas keterangan yang sudah kauberikan. Setiap kali kulihat seekor ikan, akan kuingat keutamaan penciptaan Allah sekali lagi, dan bersyukur pada Tuhan atas segala rahmat yang diberikanNya pada kita.”
Ketika Ayahnya mengganti umpan pada kail, Umar duduk di sisi perahu kecilnya, memandangi laut. Tiba-tiba, ia mendengar suara di belakangnya:
“Selamat pagi, teman kecil!” katanya dengan suara berbuih-buih.
“Hei, selamat pagi juga, ikan kecil,” kata Umar. “Tampaknya kamu juga bangun pagi, dan berenang. Aku selalu membayangkan, aku baru saja belajar berenang. Tapi, kalian, ikan, dapat berenang segera setelah lahir. Kok bisa?”
“Sebenarnya,” kata ikan, “kami, ikan, tidak perlu bergerak terlalu banyak agar bisa berenang; cukup hanya mengibaskan ekor kami dari sisi ke sisi. Kami hidup dengan nyaman di dalam air karena tulang belakang kami yang fleksibel dan beragam sistem di dalam tubuh kami.”
“Pasti kamu berenang dengan asyik di dalam air,” Umar menggoda.
“Betul sekali,” teman barunya setuju. “Tapi ingat, tubuh kami telah diciptakan secara khusus agar kami bisa melakukan itu. Coba pikirkan, menurutmu, lebih mudah berjalan di air atau di tanah kering? Kami, ikan, telah diciptakan dengan otot-otot dan tulang punggung istimewa agar mampu hidup dan berenang di dalam air. Tulang punggung kami menjaga kami tetap lurus dan juga menghubungkan sirip serta otot-otot kami. Kalau tidak begitu, tak mungkin bagi kami untuk tinggal di air. Kamu lihat, teman kecil, seperti makhluk hidup lainnya, Allah telah menciptakan kami, ikan, tanpa kesalahan sedikitpun. Ia juga telah memberikan kami kemungkinan ciri-ciri terbaik untuk lingkungan tempat kami tinggal.”
“Kamu tidak berhenti berenang ke kanan dan ke kiri. Kadang-kadang kamu berenang ke kedalaman air. Bagaimana kamu melakukannya?” tanya Umar.
“Berkat sistem tubuh yang diberikan Allah pada kami, para ikan, kami bisa melakukan itu,” balas temannya. “Seekor ikan memiliki kantung udara dalam tubuhnya. Dengan mengisi kantung-kantung ini dengan udara, kami dapat berenang ke kedalaman, atau mengarah lurus ke permukaan dengan mengosongkannya. Tentu saja, kami tidak akan pernah memiliki kemampuan sendiri untuk mengembangkan ciri-ciri ini, kecuali Allah menghendakinya.”
Ketika ayah Umar meneruskan pekerjaannya di buritan perahu, Umar melanjutkan percakapannya dengan sang ikan:
“Aku memikirkan tempat-tempat yang sangat ramai. Setiap orang harus bergerak ke kanan dan ke kiri pada waktu yang sama, dan dalam kegelapan, tak mungkin setiap orang bergerak tanpa membentur orang lain. Bagaimana kalian, ikan, mengatasi masalah tersebut?”
Ikan kecil itu mulai menjelaskan: “Untuk mencegah benturan dengan yang lain di sekelilingmu, kamu harus melihat apa yang ada di sana, sementara kami, ikan, tidak membutuhkan sistem penglihatan seperti itu. Kami memiliki organ penciuman sempurna yang disebut “garis lateral.” Kami dapat merasakan perubahan terkecil dalam tekanan yang mungkin terjadi atau riak di air, atau gangguan terkecil dalam arusnya, begitu hal itu terjadi karena sensor istimewa pada garis lateral kami. Dengan merasakan getaran-getaran, kami mengetahui kapan musuh atau halangan itu ada, tanpa benar-benar melihatnya dengan mata-mata kami. Detektor-detektor ini utamanya peka terhadap getaran-getaran berfrekuensi rendah di dekatnya. Misalnya, kami dapat merasakan langkah kaki di pantai, atau apapun yang dilemparkan ke dalam air seketika, dan bertindak sesuai dengan itu.”
Umar mengangguk penuh semangat. “Sekarang, aku paham. Aku bisa menyanyi atau menyalakan radio di atas air. Itu tidak membuatmu tidak nyaman. Namun, getaran paling lemah yang kubuat di atas air, misalnya jika aku menggetarkan dermaga, atau melempar batu di dalam air, kamu semua akan menghilang!”
Teman barunya melanjutkan. “Umar, sistem kami ini, yang disebut para ilmuwan sebagai garis lateral ikan, sesungguhnya merupakan struktur yang sangat rumit. Tidak mungkin sistem semacam itu berkembang karena kebetulan, atau tiba-tiba, atau selangkah demi selangkah sepanjang waktu. Semua unsur dalam sistem-sistem ini mestinya muncul pada waktu yang sama. Kalau tidak, sistem itu tidak akan bekerja.”
Umar memperhatikan ikan itu lebih teliti, mengamati bahwa ikan itu tidak punya kelopak mata. Dengan terkejut, ia bertanya:
“Kamu tidak punya kelopak mata. Bagaimana kamu melindungi matamu?”
“Kamu benar,” jawab temannya. “Kami, ikan, tidak punya kelopak mata seperti orang lain. Kami memandang dunia melalui selaput lembut yang menutupi mata kami. Kamu bisa membandingkan selaput ini dengan kacamata penyelam. Karena kami perlu melihat objek yang sangat dekat dengan kami, mata kami telah diciptakan untuk keperluan ini. Ketika kami perlu melihat ke kejauhan, seluruh sistem lensa bergerak ke belakang berkat mekanisme otot khusus di dalam mata. Bahkan mata kecil kami punya struktur yang rumit. Tidak diragukan lagi, inilah bukti-bukti keutamaan penciptaan Allah lainnya.”
Umar teringat dengan sebuah dokumenter TV yang disaksikannya sehari sebelumnya. Ia melihat kawanan ikan berbeda warna dan bentuk. Ia berpikir bahwa warna ikan yang cantik, dan ciri-ciri unik ikan-ikan tersebut merupakan bukti-bukti yang sangat baik mengenai keutamaan penciptaan Allah. Teman ikan kecilnya yang pandai melanjutkan keterangannya tentang dirinya sendiri.
“Tahukah kamu, teman kecil, kalau tubuh-tubuh sebagian besar ikan tertutup oleh kulit yang sangat kuat?”
Omar berpikir beberapa saat. “Ya, kamu punya kulit bersisik, sudah kulihat itu. Tapi kulit itu tidak terlihat tebal.”
“Kulit ini tersusun dari lapisan atas dan bawah,” ikan itu menjelaskan. “Di dalam lapisan kulit atas, terdapat kelenjar-kelenjar yang menghasilkan unsur yang disebut lendir. Lendir ini mengurangi gesekan ketika kami bergerak di dalam air. Lendir ini juga memungkinkan kami bergerak lebih cepat. Selain itu, kelicinannya membuat musuh sukar menangkap kami. Ciri-ciri lendir lainnya adalah kemampuannya melindungi kami dari penyakit.”
Umar setuju. “Ya, aku pernah mencoba memegang ikan dalam ember Ayah dengan tangan, namun mereka seketika meloloskan diri dari tanganku!”
Ikan tersenyum: “Keistimewaan kulit kami tidak berhenti sampai di sini. Di kulit atas kami, ada lapisan khusus terbuat dari keratin. Keratin adalah bahan yang keras, liat, terbuat dari sel-sel tua yang mati di lapisan bawah kulit yang tidak berhubungan lagi dengan sumber-sumber makanan dan oksigen.”
“Lapisan terbuat dari keratin ini mencegah air memasuki tubuh, dan bermanfaat untuk menyeimbangkan tekanan dalam dan luar. Jika lapisan ini tidak ada, air akan masuk ke dalam tubuh kami, keseimbangan tekanan akan hancur, dan kami akan segera mati.”
Umar lagi-lagi terkesan, “Betapa pentingnya keunikan ciri-ciri kulit yang dimiliki seekor ikan. Sesuatu yang tidak pernah terpikirkan!”
“Kamu benar,” ikan itu setuju. “Umar, seperti dapat kamu lihat, Allah-lah, Pencipta segala sesuatu, yang memberikan ikan semua keistimewaan mereka. Allah menyadari kebutuhan-kebutuhan semua makhluk hidup.”
Umar mendengar suara Ayahnya dari buritan perahu.
“Ayo Umar, waktunya pulang!”
Umar berhenti sejenak untuk mengucapkan selamat berpisah pada teman kecilnya.
“Terima kasih atas keterangan yang sudah kauberikan. Setiap kali kulihat seekor ikan, akan kuingat keutamaan penciptaan Allah sekali lagi, dan bersyukur pada Tuhan atas segala rahmat yang diberikanNya pada kita.”
0 komentar:
Posting Komentar