:::: MENU ::::

ILMU DUNIA Tidak ada Batasannya, Jangan Lupa ILMU AGAMA

  • www.maralgel.support

  • Youtube chanel Solusi PRIA masa KINI

  • Maral gel Pembesar Kelamin pria No. 1

Sesuai namanya, hard skill berkaitan dengan sesuatu yang tampak dan terukur. Sementara, soft skill lebih berkaitan dengan sesuatu yang tak tampak dan sulit diukur.
Sekadar contoh, profesi akuntan di sebuah perusahaan. Supaya bisa menjalankan profesinya, dia harus menguasai teknik akunting dan bisa mengoperasikan komputer. Dua keterampilan itu contoh hard skill, gampang dilihat, diukur, dan biasanya sudah didapat di bangku kuliah.
Selain itu, ia juga dituntut memiliki ketelatenan, kesabaran, daya adaptasi terhadap kondisi kerja yang monoton, serta ketahanan terhadap stres pada saat beban kerja menumpuk. Kemampuan-kemampuan yang disebut terakhir ini disebut soft skill. Semuanya bersifat abstrak, tidak kasat mata, sulit diukur, dan biasanya tidak diajarkan di bangku sekolah maupun kursi kuliah.

Konsep tentang soft skill sebetulnya merupakan pengembangan dari konsep yang selama ini dikenal dengan nama kecerdasan emosional (emotional intelligence). Setiap profesi membutuhkan kombinasi hard skill dan soft skill jenis tertentu. Prioritasnya bisa berbeda-beda, tergantung pada jenis pekerjaannya.
Secara garis besar, soft skill bisa digolongkan ke dalam dua kategori: intrapersonal skill dan interpersonal skill. Intrapersonal skill lebih berkaitan dengan kemampuan seseorang mengenali diri sendiri, memotivasi diri, bekerja keras, dan ambisi. Sementara interpersonal skill lebih berkaitan dengan kemampuan seseorang berinteraksi dengan orang lain. Misalnya, empati, kepemimpinan, kemampuan bernegosiasi, memotivasi dan mengarahkan orang lain.
Karena sifatnya yang kasat mata, hard skill gampang dilihat tanpa harus bertemu dengan orang yang bersangkutan. Kompetensi jenis ini bisa langsung dilihat dari daftar riwayat hidup, pengalaman kerja, indeks prestasi, dan tes praktik.
Tidak demikian halnya dengan soft skill. Kemampuan jenis ini jauh lebih sulit diukur. Biasanya soft skill seseorang baru akan terlihat jelas ketika ia telah berada di lingkungan kerja yang sebenarnya.
Pada saat seleksi karyawan, psikolog biasanya mengevaluasi soft skill seseorang melalui alat bantu psikotes dan wawancara yang mendalam. Interpretasi hasil dari psikotes dan wawancara ini, kata Helni, memang tidak dijamin seratus persen benar, tapi sangat membantu proses evaluasi soft skill seseorang. Dengan evaluasi ini, psikolog terbantu untuk menempatkan the right person in the right place.
"Apa pun posisi seorang karyawan, harus ada kombinasi yang sesuai antara hard skill dan soft skill," kata Nilawaty Bahar, kolega Helni di Auditsi.

0 komentar:

Sponsor Maral gel SupportContact WhatsAPP